Lagu Favorit 2025

Halo, Sahabat Bli Pur semua.

Apa kabar dari Denpasar? Di sini, angin bulan Desember 2025 sedang berhembus cukup kencang, membawa aroma hujan yang tertahan dan wangi dupa yang tak pernah absen.

Bli Pur sedang duduk di beranda, ditemani secangkir kopi Kintamani yang uapnya menari-nari di udara, persis seperti kursor mouse yang berkedip-kedip di layar monitor tabung saya dua puluh lima tahun yang lalu. Ah, rasanya baru kemarin Bli mengetik kode HTML manual hanya untuk membuat tulisan berjalan di header blog. Sekarang? Semuanya serba instan, serba otomatis.

Tapi, ada satu hal yang tidak pernah berubah sejak zaman kita harus menunggu loading internet dengan bunyi modem yang berisik itu sampai era 5G super cepat hari ini: Kekuatan Musik.

Tahun 2025 ini adalah tahun yang aneh sekaligus magis bagi dunia musik. Setelah gempuran lagu-lagu buatan AI (Kecerdasan Buatan) yang sempat membanjiri telinga kita di tahun 2023 dan 2024, tahun ini telinga manusia seakan memberontak. Kita rindu pada ketidaksempurnaan. Kita rindu pada suara tarikan napas penyanyi yang tidak diedit, pada bunyi fret gitar yang bergesekan dengan jari, pada "rasa" yang tidak bisa ditiru oleh algoritma manapun.

Izinkan Bli Pur, si blogger tua yang sentimental ini, membawa kalian menyelami daftar putar (playlist) kehidupan saya sepanjang tahun 2025. Bukan sekadar tangga lagu, tapi cerita yang tersemat di setiap nadanya.

1. "Senyap di Kota Maya" – The Analog Paradox

Lagu ini adalah antitesis dari kemajuan teknologi. Saat pertama kali mendengarnya di bulan Februari lalu, Bli sedang terjebak macet di Bypass Ngurah Rai. Hujan turun deras.

The Analog Paradox, band indie asal Bandung yang mendadak viral global ini, menyajikan musik yang... sepi. Hanya ada denting piano tua yang agak sumbang dan vokal yang lirih. Lagu ini bercerita tentang kelelahan kita menatap layar.

Ada lirik yang berbunyi: "Matikan layarmu, temui aku di mana sinyal mati."

Bagi Bli Pur, yang separuh hidupnya dihabiskan di depan layar blog, lagu ini menampar sekaligus memeluk. Ia mengingatkan saya pada masa-masa awal blogwalking, di mana interaksi terasa lebih lambat namun lebih dalam. Tahun 2025, kita belajar untuk log out demi kesehatan jiwa, dan lagu ini adalah soundtrack-nya.

2. "Neon Gamelan" – Svara Semesta

Siapa sangka musik tradisi bisa terdengar begitu futuristik tanpa kehilangan akarnya? Tahun 2025 menjadi saksi bangkitnya gelombang "Neo-Nusantara".

Lagu "Neon Gamelan" ini unik. Kalian bisa mendengar suara ceng-ceng Bali yang rancak, berpadu dengan bassline synthesizer bergaya retro 80-an. Rasanya seperti melihat penari Legong sedang menari di dalam film Blade Runner.

Bli Pur ingat betul memutar lagu ini saat sedang menulis artikel tentang pudarnya batas antara desa dan kota digital. Energinya luar biasa. Lagu ini membuktikan bahwa identitas kita tidak hilang ditelan zaman, ia hanya berevolusi. Svara Semesta berhasil membuat anak-anak muda di Jakarta, Tokyo, hingga New York bergoyang dengan ritme pentatonik pelog yang dimodifikasi.

3. "Echoes of Yesterday" – Oliver & The A.I. (Acoustic Version)

Ini ironis. Nama band-nya mengandung kata "A.I.", tapi lagu terpopuler mereka tahun ini justru versi akustiknya yang direkam secara live dalam satu kali pengambilan (one take).

Lagu ini adalah balada rock murni. Tidak ada auto-tune. Vokalisnya bahkan sempat terbatuk kecil di tengah lagu, dan produser membiarkannya tetap ada dalam rekaman. Itulah yang membuatnya menjadi favorit Bli Pur.

Lagu ini menjadi teman setia Bli saat begadang mengedit template blog bulan lalu. Ia bercerita tentang kehilangan seseorang yang dicintai, namun suaranya masih tersimpan di pesan suara (voice note) lama. Di tahun 2025, di mana kita bisa membuat avatar digital dari orang yang sudah tiada, lagu ini justru mengingatkan bahwa kenangan murni di dalam kepala jauh lebih berharga daripada replika digital. Sangat menyentuh.

4. "Rindu Tanpa Sinyal" – Danilla Riyadi (ft. Payung Teduh Reborn)

Ah, kolaborasi yang ditunggu-tunggu. Nuansa folk yang kental, mendayu, dan menenangkan.

Mendengarkan lagu ini seperti duduk di sebuah warung kopi di daerah Ubud yang jauh dari keramaian turis. Liriknya puitis, khas gaya penulisan blog zaman dulu—penuh metafora dan perumpamaan.

Bli Pur menobatkan ini sebagai lagu "Minggu Pagi" terbaik tahun 2025. Saat matahari baru terbit, burung-burung berkicau, dan kita hanya duduk diam tanpa memegang gawai. Lagu ini mengajarkan seni "menunggu" yang sudah lama hilang dari peradaban kita yang serba instan.

Refleksi Akhir Tahun

Sahabat, jika Bli Pur boleh jujur, tahun 2025 mengajarkan kita bahwa semakin canggih teknologi, semakin kita haus akan hal-hal yang manusiawi.

Dulu, saat Bli pertama kali nge-blog di awal tahun 2000-an, kita terbatas oleh teknologi tapi sangat bebas dalam berekspresi. Sekarang, teknologi tak terbatas, tapi kita sering merasa terkurung oleh algoritma. Lagu-lagu di atas adalah bukti perlawanan kecil kita. Mereka adalah pengingat bahwa di balik semua kode biner dan layar sentuh ini, masih ada jantung yang berdetak dan air mata yang jatuh.

Musik tahun 2025 bukan tentang siapa yang suaranya paling sempurna, tapi siapa yang paling berani menjadi jujur. Dan sebagai seorang blogger yang sudah kenyang makan asam garam dunia maya, kejujuran adalah konten yang tak akan pernah basi.

Terima kasih sudah mampir di "Bli Pur Blog". Jangan lupa seruput kopinya sebelum dingin.

Salam hangat dari Bali,

Bli Pur

Desember, 2025

Apa langkah selanjutnya?

Apakah Sahabat ingin Bli buatkan ulasan mendalam (review) lirik dari salah satu lagu di atas, atau mungkin Bli buatkan playlist khusus untuk meneman

i kalian menulis blog malam ini?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Goyang Ebot: Fenomena Joget Viral yang Menghebohkan Dunia Maya

Menabung Emas

RPM Halaman